
Membedah Hukum Propolis dalam Islam: Halal, Thayyib, dan Anugerah Penyembuhan dari Lebah
- ibayu1
- July 2, 2025
- sunpro Health
- halal propolis, sunpro propolis halal
- 0 Comments
Di Antara Tren Kesehatan dan Tuntunan Syariah
Di era modern ini, kesadaran akan produk kesehatan alami semakin meningkat. Salah satu yang paling populer adalah propolis, sebuah produk dari lebah yang diyakini memiliki segudang manfaat. Namun, bagi seorang Muslim, setiap hal yang dikonsumsi tidak hanya harus bermanfaat, tetapi yang paling utama adalah harus jelas status kehalalannya. Pertanyaan pun muncul: Bagaimana Islam memandang propolis? Apakah ia halal dan dianjurkan untuk dikonsumsi? Artikel ini akan membedah hukum dan manfaat propolis dari tinjauan syariah, merujuk pada dalil, kaidah fiqh, dan prinsip dasar Islam.
1. Apa Sebenarnya Propolis Itu?
Sebelum masuk ke hukumnya, penting untuk memahami apa itu propolis. Propolis adalah substansi resin atau getah lengket yang dikumpulkan oleh lebah dari pucuk-pucuk pohon dan tumbuhan. Di dalam sarang, lebah menggunakan propolis sebagai “semen” untuk menambal celah, memperkuat struktur sarang, dan yang terpenting, sebagai agen sterilisasi untuk melindungi sarang dari serangan bakteri, virus, dan jamur. Singkatnya, propolis adalah benteng pertahanan alami dari koloni lebah.
2. Dalil Utama: Kemuliaan Lebah dalam Al-Qur’an
Landasan utama untuk memahami produk lebah dalam Islam terdapat dalam Surah An-Nahl (Lebah), ayat 68-69. Allah SWT berfirman:
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَDan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.” (QS. An-Nahl: 68)
ثُمَّ كُلِي مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا ۚ يَخْرُجُ مِن بُطُونِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِّلنَّاسِ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَKemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir. (QS. An-Nahl: 69)
Para ulama menafsirkan ayat ini secara luas. Frasa “yakhruju min butuniha” (keluar dari perutnya) menjadi kunci. Meskipun yang disebut secara eksplisit sebagai “syarabun” (minuman) adalah madu, para ahli fiqh dan tafsir berpendapat bahwa frasa ini bisa mencakup semua produk bermanfaat yang dihasilkan oleh lebah melalui proses alami yang diilhamkan Allah. Ini termasuk propolis, royal jelly, dan bee pollen. Semua produk ini adalah hasil dari “pekerjaan” lebah yang mulia dan penuh berkah, sehingga hukum asalnya mengikuti induknya, yaitu madu, sebagai sesuatu yang memiliki syifa’ (penyembuhan).
3. Kaidah Fiqh: “Hukum Asal Segala Sesuatu adalah Boleh”
Dalam hukum Islam, terdapat sebuah kaidah fiqh yang sangat fundamental:
الأصل في الأشياء الإباحة حتى يدل الدليل على التحريم“Al-ashlu fil-asyya’i al-ibahah hatta yadulla ad-dalilu ‘ala at-tahrim”Artinya: “Hukum asal segala sesuatu adalah boleh (mubah), sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya.”
Berdasarkan kaidah ini, propolis sebagai produk alami yang berasal dari tumbuhan dan diproses oleh lebah, hukum asalnya adalah halal dan mubah untuk dikonsumsi. Tidak ada satu pun dalil dalam Al-Qur’an maupun Hadits yang secara spesifik melarang konsumsi propolis. Selama ia tidak membahayakan dan tidak dicampur dengan zat haram, maka ia tetap pada hukum asalnya, yaitu boleh.

4. Prinsip “Halalan Thayyiban”: Lebih dari Sekadar Halal
Islam tidak hanya memerintahkan kita untuk mengonsumsi yang halal, tetapi juga yang thayyib (baik). “Thayyib” mencakup aspek kebaikan, kebersihan, kualitas, dan manfaat.
- Halal: Propolis secara zat asalnya adalah halal.
- Thayyib: Manfaat propolis yang telah dibuktikan oleh berbagai penelitian ilmiah modern—seperti kemampuannya sebagai antioksidan, antibakteri, antivirus, anti-inflamasi, dan peningkat imunitas—menegaskan bahwa ia adalah sesuatu yang “thayyib”.
Ketika sebuah produk terbukti bermanfaat bagi kesehatan dan tidak memiliki mudarat (bahaya), maka ia memenuhi kriteria thayyib. Ini sejalan dengan semangat Islam yang menganjurkan umatnya untuk menjaga kesehatan dan mencari pengobatan. Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu sesuai dengan penyakitnya, maka ia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)Menggunakan propolis dapat dianggap sebagai salah satu bentuk ikhtiar (usaha) dalam mencari kesembuhan yang diridhai Allah.
5. Pertimbangan Kritis dalam Mengonsumsi Propolis dari Sisi Syariah
Meskipun hukum asal propolis adalah halal dan thayyib, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan oleh konsumen Muslim:
- Proses Ekstraksi dan Bahan Campuran: Ini adalah titik kritis. Sebagian produk propolis di pasaran menggunakan alkohol sebagai pelarut dalam proses ekstraksinya. Terkait hal ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun, untuk kehati-hatian, MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah mengeluarkan fatwa yang memperbolehkan penggunaan produk yang mengandung alkohol dalam jumlah sangat kecil jika berasal dari proses kimiawi (bukan dari industri khamr) dan tidak memabukkan. Pilihan paling aman adalah mencari produk propolis yang secara eksplisit menyatakan “bebas alkohol” atau telah mendapatkan sertifikasi halal MUI.
- Kapsul atau Kemasan: Jika propolis dikemas dalam kapsul, pastikan gelatin kapsul tersebut berasal dari sumber yang halal (sapi atau nabati).
- Tidak Berlebihan (Israf): Mengonsumsi sesuatu secara berlebihan tidak dianjurkan dalam Islam, bahkan untuk sesuatu yang halal dan bermanfaat. Konsumsilah sesuai dosis yang dianjurkan.
- Keyakinan yang Benar (Aqidah): Yang paling fundamental adalah meyakini bahwa kesembuhan mutlak datangnya hanya dari Allah SWT. Propolis, madu, dan obat-obatan lainnya hanyalah wasilah (sarana) atau sebab yang Allah ciptakan. Jangan sampai kita meyakini bahwa propolis-lah yang menyembuhkan, karena hal itu dapat menjerumuskan pada kesyirikan.
Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan dari Al-Qur’an, kaidah fiqh, dan prinsip halalan thayyiban, dapat disimpulkan bahwa propolis hukumnya halal dan dianjurkan (sebagai bentuk ikhtiar) untuk dikonsumsi oleh umat Islam. Kemuliaan lebah yang diabadikan dalam Surah An-Nahl menjadi landasan kuat akan keberkahan produk-produk yang dihasilkannya.
Namun, kehalalan ini harus disertai dengan kehati-hatian dalam memilih produk, yaitu memastikan proses pengolahannya tidak melibatkan bahan haram dan telah tersertifikasi halal. Dengan niat yang lurus untuk menjaga kesehatan sebagai amanah dari Allah dan keyakinan bahwa kesembuhan hanya datang dari-Nya, maka memanfaatkan anugerah alam seperti propolis adalah bentuk ikhtiar yang sejalan dengan tuntunan syariah.
Yuk jangan lupa minum sunpro propolis yang sudah dipastikan kehalalanya